Baliho Kampanye Menjadi Sampah Jalanan

0

Oleh : Rizqi Maghfur 
(Ketua Bidang PPPA HMI Komisariat FISIP Undip Periode 2023-2024)

Pemilu serentak 2024 memang membawa banyak hal menarik selama keberjalannya. Mulai dari calon cacat konstitusi hingga ada cuitan “anak haramnya konstitusi” – Bivitri Susanti, banyaknya isu partai politik yang sebenarnya tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat secara ajaib, debat calon penguasa eksekutif yang selalu ramai setelah dilaksanakan. Hingga pemasangan baliho yang menjadi sampah jalanan dan meresahkan.

Serba-serbi pemilu ditandai dengan banyaknya alat peraga kampanye visual yang bertebaran di tepi jalan, sudut jalan, batang pohon, pagar rumah masyarakat hingga kaca kendaraan umum. Visualisasi mulai dari bendera partai politik, wajah calon hingga visi misi Indonesia yang diharapkan. Berbagai gaya pun ada, mulai dari gambar terbalik dengan slogan “siap jungkir balik buat masyarakat” ada yang memakai kostum ultraman, berlatar belakang Presiden, Berpose dengan ular, hingga slogan menang kuliah gratis, BPJS gratis, dan sebagainya hanya untuk menjadi berbeda dan unik. Pertanyaannya, apakah hal semacam itu yang akan dipilih masyarakat? atau menjadi fenomena bahwa pilihan masyarakat bukan lagi memilih pemikiran siapa yang layak menjadi wakil rakyat (rasional) namun berubah menjadi memilih si paling unik dan aneh. Tentunya muncul paradigma DPR bukan lagi Dewan Perwakilan Rakyat namun berubah menjadi Dewan Perwakilan Unik.

Menjamur hingga menjadi sampah jalanan, alat peraga kampanye kian meresahkan pengguna jalan. Mengapa demikian?, fenomena ini merupakan kenyataan yang sedikit menggambarkan regradasi kemerdekaan visual masyarakat. Tiap sudut wilayah selalu dijejali dengan baliho kampanye kontestan pemilu dengan berbagai pose yang merengut kemerdekaan visual masyarakat. Serta lebih sering pemasangan baliho kampanye tidak mempertimbangkan aspek estetika dan tata letak wilayah. Selain meninggalkan aspek estetika, banyak juga baliho yang ukurannya besar mengakibatkan situasi rawan roboh dan menimpa pengguna jalan.

Tentu, baliho masih menjadi strategi branding utama para calon presiden dan calon legislative di samping branding melalui media sosial. Strategi ini ditujukan guna mengenalkan baik personal, partai yang mengusung serta misi-misi atau program inovasi melalui visualisasi. Selain itu, strategi ini juga bertujuan agar masyarakat hafal wajah peserta pemilu serta partai politiknya. Walaupun tidak dilarang oleh konstitusi, namun sudah seharusnya alat peraga kampanye tidak mengurangi estetika suatu wilayah serta mematuhi hak asasi manusia yakni hak visual masyarakat umum.

Dalam kontestasi pemilu 2024 ini, tentunya seluruh partai politik berloma untuk memenangkan kandidat partainya serta ingin meraih suara terbanyak. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal, yang pertama ketika kandidat eksekutif partai menang, tentunya akan banyak kursi Menteri atau Lembaga eksekutif lainnya yang didapatkan, kedua ketika kandidat calon menang di kursi legislative tentunya akan mudah bagi partai politik untuk masuk ke Senayan dan dapat mempengarusi banyak aspek seperti pengaruh pembuatan perundang-undangan, pengawasan sebagai check and balances eksekutif serta benefit lainnya, yang ketiga tentunya semakin banyak suara untuk partai maka semakin besar dana APBN yang di dapatkan untuk operasional partai.

Maka dari itu pemilu ini menjadi momentum besar dalam merencanakan strategi pemenangan mempengaruhi masyarakat untuk memilih, pasalnya pemilu kali ini dilaksanakan serentak yakni pemilihan umum presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota serta DPD. Tentu pemasangan baliho sebagai visualisasi peserta pemilu menjadi senjata utama dalam meraup suara di wilayah. Namun ironisnya, jumlah baliho yang terpasang sangat diluar nalar, misalnya sering dijumai setiap 5 meter dijalan dipasang satu baliho kontestan pemilu, bahkan terpasang beberapa baliho kontestan.Yang menarik pada fenomena banyaknya baliho yang terpasang menjadikan masyarakat semakin bingung untuk memilih, semakin susah dalam menentukan siapa yang masuk dalam daftar pilihannya karena porsi yang sangat banyak. Mungkin spekulasi yang diharapkan oleh peserta pemilu adalah semakin sering wajahnya dilihat oleh masyarakat, maka semakin besar kesempatannya untuk dipilih. Oleh karena itu partai politik dan calon seakan all out dalam memasang baliho dan beriklan di media sosial menjelang pemilu. 

Gencarnya pemasangan baliho dengan kuantitas yang berlebihan adalah kemubaziran. Pemilu memang kontestasi namun bukan kontes menjadi pemasang baliho terbanyak. Hasilnya substansial atau pesan dalam kampanye malah tidak tersampaikan kepada masyarakat. Masyarakat menjadi bingung siapa yang akan dipilihnya karena tidak ada yang berbeda, kontennya hampir mirip yakni terdiri dari, foto, visi misi abal-abal, dan sedikit kata lelucon.

Baliho yang berfungsi sebagai alat branding peserta pemilu malah membawa petaka untuk masyarakat. Selama masa kampanye banyak kasus robohnya baliho peserta Pemilu yang menimpa pengendara motor hingga membuat kecelakaan hingga menewaskan seseorang. Maraknya kasus tersebut menjadi koreksi KPU selaku penyelenggara Pemilu dan Bawaslu sebagai Lembaga Pengawasan. Kasus jatuhnya bendera partai yang membuat pengendara mengalami kecelakaan, dan berbagai kasus berita robohnya baliho lainnya, nampaknya tidak membuat penyelenggara Pemilu bertindak tegas dan keras. Dilansir dari Detikjabar.com Rabu, 24 januari 2024 pemotor tertimpa baliho caleg di Cianjur, korban mengalami patah tulang. 


Berdasarkan berita dari media tersebut bahwa korban yang sedang melintas, baliho caleg DPR RI dari salah satu partai tiba-tiba roboh dan menimpa korban hingga mengakibatkan kecelakaan. Diungkap dari salah satu keluarga korban, bahwa akibat kejadian ini korban mengalami patah tulang dan berpengaruh pada aktivitasnya. Tidak ada yang bertanggungjawab atas insiden tersebut, hanya dilanjutkan penyelidikan oleh bawaslu mengenai tempat baliho apakah sesuai prosedur atau tidak.

Selanjutnya dilansir dari detikNews.com 3 berita sekaligus yakni Selasa, 23 januari 2024 “Baliho caleg timpa premotor di Cakung DKI Jakarta”. Sabtu, 20 Januari 2024 “Baliho caleg ambruk di jalur Trans Jakarta timpa premotor”. Dan jumat, 12 Januari 2024 “2 siswi SMK di Kebumen tertimpa baliho caleg saat naik motor, satu korban tewas”. Berdasarkan dalam isi berita bahwa ketika korban tengah berknedara, secara tiba-tiba alat peraga kampanye (baliho) yang tertiup angin jatuh lalu mengenai dua korban. Akibatnya kedua korban terjatuh dan salah satu dari korban helm terlepas sehingga luka yang dialami cukup serius pada bagian kepala karena membentur beton jalan. Kemudian, dilansir dari Tubannews.com Rabu, 31 Januari 2024 “Baliho caleg roboh timpa pemotor di Tuban, 1 korban luka-luka”.

Sungguh ironi melihat banyaknya kasus akibat rubuhnya baliho peserta pemilu, yang harusnya menjadi alat memperkenalkan diri ke masyarakat justru membawa petaka hingga korban jiwa. Tentunya memang tidak ada hal yang sengaja, namun seharusnya hal ini bisa menjadi evaluasi dan perbaikan, namun kenyataannya paska insiden tersebut seakan tidak ada tindakan tegas dari peserta pemilu dan Penyelenggara Pemilu, seakan mereka tutup mata akan banyaknya kasus tersebut dan hanya berjanji memperbaiki. Hingga saat ini belum ada calon presiden dan wakil presiden ataupun calon legislative yang memberikan ketegasannya untuk tidak melanjutkan kampanye visual melalui baliho besar, tetapi keadaan lapangan sebaliknya, ketika baliho dicabut dilaporkan ke bawaslu dan di ganti dengan baliho baru di tempat yang sama bahkan terkadang jumlahnya ditambah. 

Padahal, Ketika ada calon yang memiliki pemikiran pembaharu dan tau akan fungsi perannya memilih untuk mencabut baliho dan mengganti dengan strategi lain tentu akan membawa atensi publik. Memungkinkan untuk savage strategi, ketika ada berani speak up dan memberikan pandangan logic nya mengenai dampak baliho yang membahayakan, tentu akan mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat. Apapun dapat digunakan sebagai strategi branding dan ketika strategi itu baru dan berciri khas, hal tersebut jauh lebih efektif dibandingkan dengan strategi kuno.

Simpulannya yakni fenomena alat peraga kampanye membuat keindahan kota menjadi hilang, hal visualisasi masyarakat seakan direbut demi kepentingan politik saja, serta hanya akan menjadi sampah ketika selesai masa kampanye. Berbagai kritik dari media sosial sangat marak, ada yang menyebutnya jalanan sudah menjadi TPA atau Tempat Pembuangan Akhir, ada yang menyebutnya sampah jalanan dan banyak lagi. Branding visual tentu dapat menjadi indicator kratif dan tidaknya peserta pemilu dan partai politik, ketika cara-cara dilakukan dengan modern, artinya ruang kreativitas ada dalam tubuh peserta pemilu dan partai politik, sebaliknya ketika kampanye masih dilakukan dengan cara-cara kuno, maka dapat disimpulkan peserta pemilu atau partai politiknya masih bersifat kuno dan monoton.

Daftar Pustaka
Hikmah Yatu Nuri. (2024). “Banyak APK Semrawut dan Meresahkan di Jakarta Warga Diminta Tidak Tertibkan Sendiri”. Diakses pada 13 februari 2024 pukul 10.19. https://wartakota.tribunnews.com/2024/01/23/banyak-apk-semrawut-dan-meresahkan-di-jakarta-warga-diminta-tidak-tertibkan-sendiri.

Kurniawan Bagus. (2024). “Sesat Pikir Caleg Songsong Pemilu. Diakses Pada 13 februari 2024 pukul 10.21. https://www.kompas.id/baca/opini/2024/02/05/sesat-pikir-caleg-songsong-pemilu

Purbaya Adhitya Angling. (2024). “2 Siswi SMK di Kebumen Tertimpa Baliho Caleg Saat Naik Motor, 1 Tewas”. Diakses pada 7 Februari 2024 pukul 23.04. https://news.detik.com/berita/d-7138060/2-siswi-smk-di-kebumen-tertimpa-baliho-caleg-saat-naik-motor-1-tewas.

Selamet Ikbal. (2024). “Pemotor Tertimpa Baliho Caleg di Cianjur, Korban Patah Tulang”. Diakses pada 7 februari 2024 pukul 23.23.https://www.detik.com/jabar/berita/d-7158086/pemotor-tertimpa-baliho-caleg-di-cianjur-korban-patah-tulang.







Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top