Literasi Politik untuk Kualitas Pemilu 2024

0

 


Makna literasi adalah kemampuan individu dalam segi membaca, menulis, menghitung, yang dulu disebut dengan “melek aksara.” Kemudian makna tersebut berubah ketika teknologi dan komunikasi berkembang, makna literasi menjadi kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam menulusuri, mengelola, dan mencerna suatu informasi atau bacaan yang terdapat pada media cetak atau digital.

Fungsi dari literasi sendiri yaitu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Para akademis sepakat bahwa literasi dapat menambah kecerdasan, pikir kritis, dan logika seseorang. Generasi Z dan generasi Mlenial wajib memiliki kemampuan literasi. Sebab, kedua generasi ini digadang-gadang akan membawa Indonesia pada masa kejayaanya. Tak heran jika beberapa elemen masyarakat berhararap penuh dengan munculnya kalimat “Indonesia emas 2045.”

Makna Indonesia emas 2045 ialah Indonesia yang maju dalam aspek pendidikan, ekonomi, budaya social dan polotiknya serta sanggup bersaing dengan negara-negara lain. Impian untuk menjadi negara maju tak akan dapat tercapai bila kualitas dan kuantitas penyelenggaraan negara (pemerintah) dan pemahaman rakyat atas politik masih terbilang rendah. Rakyat adalah penentu nasib bangsa yang dipilih dalam pemilihan umum dan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara. Rakyat harus paham politik untuk bisa mengawasi pelaksana negara dan menjadi sosok pemilih kritis agar suara yang dipilih berkualitas. Generasi Z dan milenial bisa terbilang memiliki titik sentral yang berperan sebagai penentu kualitas pemilihan umum dan politik indonesia.

Tingkat pemahaman generasi Z dan Milenial terhadap politik dapat menentukan kualitas pemilu yang ada di negara dan di sekitarnya ( lingkungan). Peran pemerintah seharusnya mengoptimalkan penglihatan mengenai perkembangan pemahaman generasi Z dan Milenial sejauh mana, karena inilah generasi yang akan mendominasi jumlah penduduk di Indonesia. Berdasarkan hasil sensus Badan Pusat Statistik 2020. Diketahui dari hasil sensus pada Februari-September 2020 yaitu tentang jumlah penduduk Indonesia yang didominasi oleh generasi Z dan Milenial. Jumlah generasi Z mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94 persen dari total seluruh populasi penduduk di Indonesia. Sementara itu, jumlah penduduk dengan populasi terbanyak kedua berasal dari generasi Milenial sebanyak 69,38 juta jiwa penduduk atau sebesar 25,87 persen. Berarti 53,81 persen penduduk Indonesia adalah generasi Z dan Milenial. Maka kualitas pemilu 2024 bisa ditentukan melalui pemahaman generasi Z dan Milenial ini sejauh mana.

Generasi Z merujuk pada penduduk yang lahir di periode kurun waktu tahun 1997-2012 atau berusia antara 8 sampai 23 tahun. Sementara generasi Milenial adalah mereka yang lahir pada kurun waktu 1981-1996 atau berusia antara 24 sampai 39 tahun. Maka tak heran bahwa generasi ini menjadi titik fokus untuk perwujudan warga negara sebagai pemilih kritis saat pemilu 2024 nanti dan juga membentuk karakter pemimpin yang semokratis melalui literasi politik.

Literasi politik sebagai bentuk keterampilan dan kecakapan yang dimiliki oleh warga negara dalam memahami berbagai iu politik supaya dapat berpartisipasi (ikut serta) dalam menyelenggarakan negara. Pengertian literasi politik sendiri adalah aspek terpenting untuk terciptanya konsolidasi dan nalar kritis dalam berdemokrasi bagi warga negara negara. Lemahnya pemahaman tentang berbagai isu-isu politik dan kurangnya sumber bacaan terkait politik bisa menyebabkan sikap apatis. Hal tersebut akan menumbuhkan kurangnya rasa sadar akan kewajiban dan peran untuk bertanggung jawab dalam melaksanakan penyelenggaraan negara.

Indikator berkualitas atau tidak pemilu yang diadakan lima tahun sekali adalah dari seberapa paham warga negara terhadap politik yang ada di negara ini.  Generasi Z dan Milenial berjumlah lebih dari setengah penduduk Indonesia, oleh karena itu pemerintah harus lebih memperhatikan mereka supaya berperan sebagai pemilih kritis yang akan memberikan pengaruh bagi kualitas pemilu dan politik di Indonesia.

Banyak sekali faktor yang menyerang warga negara, karena pada umumnya warga negara masih tergolong pemilih pasif (kurang kritis) contoh penyerangan, seperti serangan fajar (politik uang), kampanye hitam (black compaign) mobilisasi politik, dan berbagai penyerangan lainya. Politik yang tidak mencerminka demokrasi tersebut dapat terjadi karena lemahnya kemampuan literasi dan politik warga, terutama dari kemampuan, ditambah sulitnya mencari sumber rujukan informasi- informasi dari berbagai media kebutuhan warga negara.

Pers yang berperan sebagai media informasi dan juga merupakan alat perjuangan dan pembangunan bangsa semenjak masa kemerdekaan (1942-1945) telah menjadi wadah bagi warga untuk mendapatkan informasi apapun termasuk politik, tetapi semakin kesini tujuan dari pers sudah mengalami perubahan. Hari ini, sebagian pers terlihat memberikan informasi dan kabar tentang politik hanya untuk mengejar headline atau viralnya berita, sehingga asupan literasi politik bagi warga negara yang seharusnya terpenuhi oleh pers menjadi kurang sempurna. Alhasil warga negara tidak mendapatkan literasi politik yang mumpuni untuk menjadi pengawas dalam penyelenggaraan negara dan menjadi rujukan sebagai pemilih dalam pemilu.

pemilih pasif ( kurang kritis) yang tentu akan membuat kualitas pemilihan umum 2024 menjadi rendah kualitas. Maka cara paling jitu untuk meningkatkan kualitas pemilihan umum 2024 adalah dengan memberikan wadah literasi politik bagi generasi ini menggunakan strategi digitalisasi.


Oleh: Shokiba Aqila, Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Wahid Hasyim Semarang


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top