“Berbicara
tentang hukum, berarti berbicara tentang barang bukti.” Pernyataan tersebut
tentu tidak asing lagi bagi masyarakat yang faham betul akan hukum, khusunya
bagi para mahasiswa hukum. Karena dalam pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara
Pidana dan Penjelasan – Bab XVI
Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan, dikatakan “Hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Pasal
tersebut telah jelas menyatakan bahwa terdakwa tidak akan bisa dijatuhi hukuman
saat tidak ada minimal dua alat bukti yang sah di mata hukum. Namun, bagaimana
proses pembuktian kebenaran alat bukti tersebut bisa dipertanggungjawabkan atau
tidak? Mengingat semakin canggihnya teknologi sehingga alat bukti yang berupa
jejak digitalpun bisa dimanipulasi kebenarannya.
Pemahaman
seseorang mengenai hukum tidak bisa didasarkan atas teori semata. Saat belajar
menganai hukum, tentunya akan ada banyak sekali istilah hukum baru yang belum
pernah dipelajari sebelum seseorang mengenal hukum secara lebih rinci.
Terlebih
bagi mereka yang memutuskan untuk mengambil mata kuliah jurusan hukum. Hak
memperoleh pendidikan merupakan mandat Konstitusi, salah satunya setiap warga
negara berhak menempuh pendidikan tinggi, khususnya pendidikan tinggi di
Fakultas Hukum. Selama ini banyak diantara mahasiswa Hukum sebatas mengikuti
arus dengan merasa cukup berfokus pada pembelajaran selama perkuliahan. Para
mahasiswa lebih memilih untuk mendapat nilai yang baik dan memikirkan bagaimana
dapat menyelesaikan skripsi agar lulus dengan cepat.
Proses
yang dilakukan mahasiswa hukum selama duduk di bangku perkuliahan semestinya
tidak hanya terbatas pada belajar, menyelesaikan tugas-tugas kuliah, menyusun
skripsi, sampai berakhir diwisuda dengan gelar Sarjana Hukum dan langsung
terjun mencari pekerjaan. Meski memang hal itu biasa terjadi, tetapi akan lebih
baik pula jika semasa kuliah dilakukan beberapa hal yang sekiranya dapat
memaksimalkan kesempatannya di saat memasuki dunia kerja yang akan amat
membantu jenjang kariernya.
Salah satu
hal yang bisa dilakukan mahasiswa hukum adalah magang. Dengan menjalani proses
magang, mahasiswa hukum akan langsung merasakan praktik dari teori yang telah
ia pelajari selama ini. karena pada realitanya, teori sangat jauh berbeda
dengan apa yang ada di lapangan. Saat mahasiswa berada di lapangan dan
menjalani proses persidagan secara langsung, ia akan dihadapkan oleh banyak
pertanyaan, keganjalan, ataupun hal baru yang belum pernah ia dapatkan dalam
teorinya.
Dari awal
masuknya sebuah perkara ke pengadilan, dilanjutkan dengan pemanggilan, lalu
persidangan pertama, hingga jatuhnya putusan, tentu memberikn banyak sekali
pengalaman bagi mahasiswa yang mengikuti jalannya persidangan secara langsung.
Meskipun yang terlihat hanya satu perkara saja, namun sejatinya seluruh
rangkaian proses dalam penyelesaian perkara tersebutlah yang menjadi hal
berharga bagi mahasiswa hukum.
Begitu
juga permasalahan mengenai pembuktian terhadap barang bukti asli atau palsu.
Dengan mengikuti jalannya persidangan, mahasiswa hukum dapat mengetahui proses
detail dalam sebuha persidangan termasuk dalam perihal pembuktian.
Kampus
para pembaharu hukum ini menjadikan program magang sebagai salah satu mata
kuliah. Selama melakukan magang, mahasiswa diharapkan bisa mengimplementasikan
secara langsung berbagai ilmu dan teori yang telah didapatkan sewaktu
perkuliahan di kelas. Program magang di Indonesia dirancang agar mahasiswa
memiliki pengalaman tentang dunia kerja, khususnya di bidang hukum, seperti
profesi advokat, konsultan hukum, peneliti, jurnalis hukum, dan lain-lain.
Oleh
karenanya, tak hanya melulu mengenai teori yang terus-terusan disapatkan
mahasiswa di dalam kelas, namun bentuk implementasi ataupun praktik secara
langsung juga sangan dibutuhkan, agar mahasiswa hukum siap menghadapi realita
proses hukum di lingkup masyarakat.
Oleh: Nilna Husnayain, Wasekum Bidang Penelitian, Pengembangan, dan Pembinaan Anggota (PAAA) HMI Kokom Walisongo 2022-2023