Oleh: Alwi Husein Al Habib, Guru Sekolah Alam Planet Nufo Rembang
Ibnu manzur dalam Lisanul ‘Arab, menyatakan bahwa kata لَاَكَ وَالًملْاَكَ والَمَلَأِكَة memiliki arti ar-risalah. المَلْأَكَ artinya adalah Seorang malaikat, karena ia menyampaikan risalah dari Allah Ta'ala, huruf hamzahnya dibuang lalu diberikan harakat pada sukun sebelumnya.
Al-Fairuz Abadi berkata dalam kamus Muhith-nya mengatakan bahwa kata المَلْأَكَ والَمَلَأِكَةُ memiliki arti; ar-risalah, alakni ila fulan artinya ia menyampaikan dariku. Asal katanya dari al-akani, dibuang huruf hamzahnya dan diberikan harakat pada huruf sebelumnya.
Menurut Masjfuk Zuhdi, malaikat adalah entitas ghaib yang ada dan harus diyakini oleh setiap Muslim meskipun pada kenyataannya mereka tidak dipahami secara mendasar. Hal ini agar ruh yang ada pada dirinya tidak dapat diketahui secara pasti karena keterbatasan akal manusia. Karena penciptaan malaikat pada hakekatnya sama dengan penciptaan manusia yang diciptakan untuk beribadah dan memuji-Nya, maka keadaan semacam ini tidak akan mengurangi keperkasaan Allah yang telah menjadikan malaikat sebagai wakil-Nya.
Meskipun malaikat dan jin menghuni alam semesta yang sama, mereka ada dalam realitas yang terpisah sejak mereka diciptakan sebelum manusia oleh Allah. Di satu sisi, jin tidak bisa melihat malaikat sedangkan malaikat tidak bisa melihat jin. Jumlah jin lebih banyak daripada jumlah manusia. Menurut sebuah hadits nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan dikutip oleh al-Suyuthi dalam kitab Al-Haba'ik fi Akhbar al-Mala'ik, mengatakan bahwa antara karubiyin dan ruh, selisihnya adalah sembilan banding satu, antara ruh dan malaikat selisihnya sembilan banding satu, antara malaikat dan jin, selisihnya sembilan banding satu dan antara jin dan manusia, selisihnya Sembilan banding satu lebih banyak jin daripada manusia dengan selisih sembilan banding satu. Ini artinya jumlah dari masing-masing itu memiliki perbandingan sembilan banding satu.
Dalam Al-Qur'an, kata malā'ikat sering digunakan dalam berbagai bentuk. Kata malaka, malā'ikatu, al-malā'ikatu, dan malakaini diulang sebanyak 88 kali dalam Al-Qur'an. Kata malaikat adalah bentuk jamak dari kata malak yang berarti menguasai. Ini menjelaskan bahwa malaikat adalah entitas spiritual yang bertugas melakukan kontrol fisik atas alam semesta. Sebagian ulama berpendapat bahwa kata malak adalah derivasi dari kata alaka atau ma’lakah yang mempunyai arti “mengutus” atau “perutusan/risalah”. Hal ini menunjukkan bahwa peran spiritual malaikat adalah sebagai jembatan antara Tuhan dan manusia. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa kata malak adalah kata yang terbentuk dari akar kata (adat khat Arab) laaka yang berarti menyampaikan sesuatu.
Kata malâ’ikat disebut sebanyak 68 kali, sedangkan dalam bentuk-bentuk yang lain seperti malak, malakani dan malakaini ditemukan sebanyak 88 kali, secara tidak kebetulan angka ini sama dengan penggunaan kata shayṭân dengan segala bentuknya. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata malaikat artinya makhluk Allah yang taat untuk melakukan berbagai perintah-Nya.
Kata mâlaikat sering digunakan dalam bahasa Indonesia sebagai kata berbentuk tunggal, sebagaimana kata ‘ulamâ, padahal dalam bahasa Arab kata itu adalah bentuk jamak dari kata malak untuk malâ’ikat dan kata ‘alim untuk ‘ulamâ. Kata malā'ikat adalah bentuk jamak dari kata malak yang berarti menguasai. Hal ini memberikan pengertian bahwa malaikat adalah makhluk yang mempunyai tugas untuk menguasai alam dalam arti mengaturnya atas perintah Allah.
Sebagian ulama mengatakan bahwa kata malak adalah kata yang terbentuk dari akar kata la’aka yang berarti menyampaikan sesuatu. Malak atau malā'ikat adalah makhluk yang bertugas menyampaikan sesuatu dari Allah SWT kepada makhluk. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt;
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ جَاعِلِ الْمَلٰۤىِٕكَةِ رُسُلًاۙ اُولِيْٓ اَجْنِحَةٍ مَّثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَۗ يَزِيْدُ فِى الْخَلْقِ مَا يَشَاۤءُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ١ ( فاطر/35: 1)
Artinya: “Segala puji bagi Allah, Pencipta langit dan bumi yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap. Masing-masing (ada yang) dua, tiga, dan empat. Dia menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Fatir/35:1)
Istilah “malaikat” juga dapat merujuk pada sifat kepribadian atau potensi rasional (istidlal al-aql) yang berfungsi untuk mengaktualisasikan tindakan atau perilaku tertentu melalui pengetahuan dan kemampuan, seperti kemampuan berbahasa dan berhitung. Pada tingkat tertentu, potensi dapat dihubungkan dengan orang yang memilikinya, dan biasanya tiba pada kesimpulan yang tiba-tiba. Pemahaman ini menunjukkan fenomena kejiwaan, yang menurut al-Qashri, jika seseorang memiliki potensi kemalaikatan dalam dirinya, ia disebut sebagai manusia yang berjiwa kemalaikatan, atau adamiyan malakiyan. Sebaliknya, jika seseorang menampilkan sifat-sifat negatif, ia langsung disebut sebagai manusia yang berjiwa setan, atau adamiyan syaithaniyan. Karena pada dasarnya manusia memiliki dua potensi yang berbeda, yaitu baik dan buruk, potensi ini juga mungkin lebih besar dari malaikat. potensi buruk umat manusia berpotensi melampaui setan, begitu pula sebaliknya.
Dengan demikian, jika dilihat dari pola pembentukan kata malaikat, dapat pula memberikan pengertian secara fungsional bahwa makna malaikat sebagai utusan Allah (the messengers of Allah) sedikitnya mempunyai dua kategori. Pertama malaikat sebagai utusan Allah yang bertugas untuk mengatur tatanan hukum alam yang meliputi susunan alam raya baik mikrokosmos maupun makrokosmos. Fungsi tersebut dapat dilihat dalam ayat-ayat Al-Qur’an, diantara ayat ayat yang menerangkan fungsi tersebut adalah pada QS. al-Isra : 17: 95, QS. al Fathir: 35: 1, QS. al-Mursalat: 77: 1, QS. al-An’am: 6: 61, QS. az-Zukhruf: 43: 80. Kedua malaikat sebagai utusan Allah yang bertugas sebagai penyampai hal-hal yang berkaitan dengan masalah keagamaan di antaranya terdapat dalam QS. an Nahl: 16: 2, QS. asy-Syu’ara: 26: 51 dan QS. al-Hajj: 22: 75.