Era Teknologi, Santri Bisa Apa?

0

 

Tak dapat diragukan lagi bahwa era teknologi secara tak sengaja telah merubah tatanan kehidupan masyarakat dunia menjadi lebih canggih. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya informasi dunia yang dapat diakses dengan cepat, masyarakat lebih mudah berkomunikasi jarak jauh melalui berbagai fitur walaupun berbeda negara, dan pekerjaan dapat dilakukan dari rumah secara online.


Hal ini diperkuat lagi ketika adanya wabah COVID-19. Hampir semua murid menggunakan teknologi sebagai media pembelajaran jarak jauh. Sekolah banyak ditutup dengan dalih keamanan dari penyebaran wabah tersebut. Akhirnya, internet menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan dari tenaga pendidik secara lebih fleksibel.


Dalam akses teknologi, Indonesia tidak kalah jauh dengan negara lain. Penggunaan internet sudah sangat lumrah dan berkembang dengan pesat. Hal ini diperkuat lagi dengan adanya data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang menerangkan bahwa pengguna internet di Indonesia sudah mencapai sekitar 171.17 juta jiwa dari 264.16 penduduk pada tahun 2018. Apalagi dengan maraknya penyebaran wabah Virus Corona pada tahun 2020, perkembangan jumlah pengguna internet bertambah semakin pesat.


Perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor kemakmuran suatu negara. Menteri keuangan Sri Mulyani pernah menegaskan bahwa penguasaan teknologi merupakan salah satu faktor kemajuan negara. Tak dapat dipungkiri bahwa teknologi merupakan media yang sangat penting dalam proses pembangunan peradaban suatu bangsa.


Untuk menguasai teknologi yang canggih, masyarakat harus terlebih dahulu menguasai sains. Sains merupakan cikal bakal dalam rangka mendesain teknologi. Mantan Wakil Presiden Indonesai Jussuf Kalla pernah menerangkan bahwa tanpa sains, maka tidak ada teknologi. Secara otomatis, kemajuan bangsa sangat susah untuk diraih. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia haruslah bersikap melek sains dan teknologi yang sesuai dengan tatanan bangsa dengan melakukan berbagai upaya dalam rangka mempertahankan idealisme di zaman 4.0.


Santri merupakan salah satu elemen yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Adanya perkembangan sains dan teknologi menjadi agenda yang tak boleh terlewatkan oleh santri. Hal ini dikarenakan santri merupakan salah satu bagian dari kalangan pemuda yang pasti memiliki peran penting dalam rangka membangun kemajuan bangsa di era mendatang. Hal ini berdasarkan pidato Ir. Soekarno yang sudah tidak asing lagi untuk didengarkan yang menjelaskan bahwa peran pemuda lebih besar dibandingkan peran para sepuh. 


Namun, stigma yang berkembang di masyarakat seringkali menyudutkan santri. Santri dikenal dengan pribadi yang hanya menuruti keinginan kiyai, selalu mengaji serta tidak tertarik pada hal-hal yang berbau duniawi. Padahal, jika diteliti secara mendalam, kaum yang paling berhak menjadi ahli sains dan tekonolgi adalah kaum santri. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan santri dikenal sebagai figur yang suka membaca kitab suci al-Qur'an.


Selain menjadi pedoman untuk menempuh akhirat, al-Qur'an juga menjadi sumber ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat terbukti keakuratannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan oleh beberapa ahli pada zamannya. Namun, karena kebiasaan membaca yang tidak diimbangi dengan pemahaman secara mendalam dan pentadaburan terhadap ayat-ayat kauniyah yang perlu dikaji terus menerus dan mengikuti perkembangan zaman, menyebabkan santri sangat susah mengakses sains dan teknologi secara langsung berdasarkan pedoman umat islam yang benar, yakni al-Qur'an.


Menguasai dunia adalah suatu hal yang harus dicanagkan oleh santri. Dunia saat ini telah dipengaruhi oleh teknologi. Adanya pandangan yang berkembang di berbagai golongan mengenai santri yang dianggap hanya mumpuni dalam bidang agama saja, menjadikan kualitas santri seperti pincang sebelah. Pincang sebelah dalam artian hanya memahami satu dimensi saja, yaitu ukhrawi.


Untuk menghilangkan berbagai pandangan yang menyatakan bahwa santri tidak dapat berpikir maju dan diandalkan untuk membangun bangsa, maka selayaknya santri melawan dengan cara bangkit dan belajar dengan giat dalam  proses representasi ayat al-Qur'an secara lebih kaffah. Apalagi Santri dikenal dengan pribadi yang faham dengan ilmu alat, nahwu dan saraf yang merupakan salah satu ilmu untuk memahami al-Qur'an.  Hal ini lebih menambah keistimewaan santri dalam mengakses berbagai macam ilmu secara langsung dari al-Qur'an. 


Dengan adanya keterkaitan pemahaman antara al-Qur'an dan teknologi, santri diharapkan mampu menjadi figur yang mandiri dan tidak terintervensi oleh pihak lain baik secara intelektual maupun finansial.  Dengan menguasai bidang intelektual dan finansial, maka santri dapat menjadi pemimpin yang sesungguhnya.  Kualitas inilah yang sering dicanangkan dan diharapkan oleh Dr. Monash terhadap mahasantrinya dalam menciptakan SDM yang lebih terarah dalam rangka membangun negeri yang berkualitas " thayyibatun wa rabbun ghafuurun".


Oleh: Romadiah, Kader HMI Cabang Semarang

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top