Ternyata ini Dasar Mitos “Orang Jawa Tidak Boleh Menikah dengan Orang Sunda”

0
Oleh: Alwi Husein Al Habib, Kabid PA HMI Cabang Semarang 

Mungkin anda pernah mendengar adanya mitos bahwa suku atau orang Sunda tidak boleh menikah dengan orang Jawa. Kebanyakan orang tua kita masih mempercayai larangan tersebut. Seolah sudah mengental dan menjadi tradisi. Mereka percaya kalau orang sunda menikah dengan orang jawa maka rumah tangganya tidak akan bahagia dan harmonis.

Banyak cerita katanya sering pernikahan batal karena pernikahan itu tidak direstui oleh leluhur atau sesepuh keluarga. Konon katanya, apabila suku sunda fan suku jawa menjalin tali pernikahan, maka kehidupan mereka tidak akan pernah bahagia dan akan sering ditimpa musibah sampai KDRT. Akhirnya karena demikian, sesepuh menyarankan untuk memilih pasangan yang satu suku dengannya. Sunda menikah dengan suku sunda dan jawa menikah dengan suku Jawa.

Seiring perkembangan waktu, mitos mitos ini sudah jarang dipercaya. Mitos ini dianggap sebagai angin lalu tanpa efek yang berarti jika dilanggar. Karena sekarang kita sudah bisa menemui banyak suku Jawa dan Sunda yang berumah tangga dan langgeng langgeng saja. Tidak ada masalah. 

Sebenarnya apa yang mendasarkan adanya mitos ini? Mengapa berkembang begitu masif di masyarakat kita zaman dahulu? 

Usut punya usut, mitos ini ternyata terjadi oleh karena tragedi perang Bubat yang terjadi di abad ke-14 tepatnya tahun 1357 M. Pada saat itu, diceritakan Hayam Wuruk yang berasal dari kerajaan Majapahit hendak memperistri putri dari kerajaan Padjajaran yang bernama Dyah Pitaloka Citraresmi. Hubungan tersebut berawal dari sebuah lukisan karya Sungging Prabangkara.

Saat itu Gajah Mada mengingatkan Hayam wuruk bahwa antara dia dan Dyah Pitaloka masih memiliki ikatan darah persaudaraan. Oleh karenanya tidak boleh dinikahi. Namun, Hayam Wuruk tetap bertekad kuat menikahi Dyah Pitaloka. Lalu, kerajaan Majapahit mengutus seseorang untuk melamar Dyah Pitaloka. Dari pihak Padjajaran pun menerima hal tersebut dengan baik. Mereka pun menyadari dan meyakini bahwa ikatan pernikahan itu nantinya bisa mengikat persekutuan antar kedua kerajaan tersebut.

Tak berselang lama, rombongan kerajaan Padjajaran berangkat menuju Kerajaan Majapahit. Mereka diterima dengan baik di sebuah tempat bernama Pesanggrahan Bubat. Namun, sangat disayangkan. Gajah Mada yang saat itu menjabat sebagai Mahapatih mempunyai niat jahat untuk menggagalkan pernikahan dan memanfaatkan situasi untuk menyerang Kerajaan Padjajaran. Tak hanya itu, Gajah Mada juga punya niat untuk menjadikan Dyah Pitaloka sebagai selir kerajaan, bukan istri Hayam Wuruk.

Penaklukan itu ia yakini sebagai pemenuhan akan Sumpah Palapa yang diantara isinya yakni menaklukan kerajaan-kerajaan di seluruh Nusantara. Saat itu, kerajaan yang belum jatuh dalam penaklukannya adalah kerajaan Padjajaran. 

Niat jahat Gajah Mada mengakibatkan pertempuran antara Kerajaan Padjajaran dengan Kerajaan Majapahit. Sebab kejadian ini berlangsung di Pesanggrahan Bubat, maka peperangan ini pun dinamakan dengan perang Bubat. Karena kejadian perang ini, hampir seluruh rombongan kerajaan Padjajaran termasuk petinggi-petingginya meninggal tanpa sisa karena jumlah pasukan yang tak seimbang dan pertarungan yang sebelumnya tidak direncanakan oleh Padjajaran. Konon katanya seluruh keluarga Dyah Pitaloka meninggal dalam tragedi atau peperangan itu. Dyah Pitaloka selamat. Namun karena kesedihan yang berlarut dan tidak tertahankan, ia tidak jadi menikah dengan Hayam Wuruk dan lebih memilih untuk bunuh diri. Peristiwa itulah yang mwnjadi awal mula rusaknya kedua kerajaan yakni antar Padjajaran dan Majapahit. Ini kemudian menjadi peristiwa sejarah yang tak terlupakan.

Dari kejadian itulah kemudian Pangeran Niskalawantu menjadi pemimpin Kerajaan Padjajaran dan menegaskan untuk melarang penduduknya menikah dengan orang yang berasal dari luar kerajaan. Inilah yang kemudian menjadi sebab, orang Sunda tidak boleh menikah dengan orang Jawa. Selama bertahun-tahun, atas dendam itu, di Sunda tidak pernah ditemukan ada jalan bernama Majapahit dan sebaliknya di Jawa tidak ada nama jalan bernama Padjajaran.

Namun bagaimanapun, perkara tidak bolehnya menikah antara orang Sunda dan Jawa hanyalah tafsiran dari peristiwa sejarah perang Bubat. Kini mitos tersebut sudah tidak berlaku oleh karena banyaknya orang Sunda yang menikah dengan orang Jawa dan dibeberapa tempat di Yogjakarta sekarang sudah ada jalan yang bernama Padjajaran dan Siliwangi. Pun di Bandung ada jalan bernama Majapahit dan Jalan Hayam Wuruk.

Peristiwa ini penting untuk diketahui terutama kita sebagai generasi muda. Bukan untuk dipercayai mitosnya namun sebaliknya untuk menyanggah argumentasi orang tua yang melarang anaknya menikah beda suku tersebut. Karena pada dasarnya, peperangan di Bubat adalah akibat dari tendensi politik pada saat itu. Sedang zaman sekarang, sudah berakhir masa keinginan untuk menguasai Jawa atau Sunda. 
Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top