Oleh: Muhammad Kholilurrohman
Indonesia sebagai sebuah negara mungkin
memang masih dikategorikan dalam usia
muda, namun tidak demikian dengan birokrasi yang tumbuh didalamnya. Birokrasi di Indonesia dalam perkembangannya memiliki
banyak kekurangan terutama
dalam pemberian layanan
kepada masyarakat. Birokrasi
cenderung memberikan pelayanan yang berbeda
terhadap masyarakat berdasarkan status sosial yang dimilikinya, istilahnya tebang piliih dalam
pemberian pelayanan terhadap masyarakat, bahkan tidak jarang pelayanan yang diberikan juga tidak disertai dengan
kepastian waktu dan jaminan mutu. Tentu memang
berbeda dengan konsep yang dilaksanakan pihak atau instansi swasta terhadapa pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat disbanding instansi pemerintah. Ibaratnya, masyarakat yang datang ke instansi pemeritahan adalah tamu, maka
sebutan istilahnya “tamu adalah
raja”. Seharunsya, masyarakat yang untuk mendapat layanan pemerintahan diberikan pelayanan yang prima. Selain daripada
itu Derajat S. Widhyarto (2011) menyatakan bahwa birokrasi di Indonesia sejak
awal memang jauh dari tipe ideal birokrasi
modern ala Weber. Birokrasi yang mengesampingkan rasionalitas cenderung kental dengan nilai-nilai feodalistik, terlebih budaya ini telah mapan selama ratusan tahun
pada masa kerajaan-kerajaan di Nusantara, jauh sebelum imperialisme barat membawa budaya birokrasinya.
Salah satu model yang cocok digunakan untuk memperbaik birokrasi di Indonesia adalah Total Quality Management (TQM). Model TQM ini memiliki prinsip fokus kepada pelanggan, perbaikan proses, dan keterlibatan total. Ketika sebuah birokrasi menjadikan setiap masyarakat sebagai customer yang harus dilayani dengan baik, konsekuensi logis dari penerapan prinsip ini adalah siapapun orangnya apapun jabatannya selama seorang tersebut adalah costumer maka harus dilayani dengan jaminan mutu yang baik, diberikan kepastian terhadap pelayanan yang diberikan. Prinsip selanjutnya yaitu perbaikan proses dimana prinsip ini bertumpu pada bagaimana langkah-langkah untuk menghasilkan suatu produk layanan dapat diperbaiki secara berkala demi terciptanya mutu layanan yang lebih baik. Sedangkan pada prinsip terakhir mengenai keterlibatan total dimaksudkan bahwa pendekatan model TQM ini melibatkan semua unsur baik dari kepemimpinanan manajemen senior (top management) hingga pegawai yang bertanggungjawab atas pekerjaan yang bersifat teknis (Umam : 2012).
Konsep besar TQM ini penulis rasa mampu memberantas patologi yang telah lama menjangkiti
birokrasi di Indonesia, baik itu dalam bentuk kualitas pelayanan yang buruk maupun kualitas sumber daya manusia yang
kurang kompetensi di bidangnya. Model TQM dengan prinsip perbaikan
proses yang bersifat
berkelanjutan ini menjadikan pendidikan dan pelatihan (Diklat) sebagai salah satu elemen
penting yang harus senantiasa diperhatikan. Pendidikan dan pelatihan
ini ditujukan kepada seluruh pegawai
agar memahami tugas dan fungsi
mereka sebagai pelayan masyarakat sesuai tuntutan yang diharapkan oleh masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa model ini juga mendukung adanya
penerapan IT dalam birokrasi sebagai
salah satu bentuk untuk memperbaiki proses layanan.
Sihombing & Widhyarto (2011) menjelaskan bahwa dengan mencontohkan bagaimana elemen pendidikan dan pelatihan dalam model TQM ini dilaksanakan pada birokrasi di negara Jepang, dimana ia menyatakan bahwa pelatihan menjadi kunci bagi keunggulan kemampuan birokrat (pegawai) di Jepang. Sejak proses rekrutmen setiap kementerian di Jepang memiliki model ujian sendiri untuk menentukan calon pegawai mana yang nantinya akan diterima. Ezra Vogel (1978) dalam penelitiannya, sebagaimana yang dikutip oleh Sihombing dan Widhyarto, Kementerian Keuangan dalam rekrutmen tiap tahunnya hanya menyeleksi 20 sampai 30 calon pegawai berdasarkan nilai tertinggi yang mereka capai. Pegawai baru ini kemudian akan mendapatkan pelatihan praktik dan keterampilan khusus lanjutan dalam kurun waktu yang tidak singkat yaitu 6 tahun. Proses pelatihan ini pula yang menjadikan setiap pegawai memiliki komitmen tinggi terhadap mutu layanan yang nantinya akan mereka berikan kepada masyarakat.
Total
Quality Management menjadi model yang cocok diterapkan
di Indonesia sebagaimana yang telah
disampaikan diatas bahwa problematika yang dihadapi oleh birokrasi kita adalah terkait mutu pelayanan, selain daripada
itu implementasi TQM di Jepang menjadi
cerminan bagaimana Indonesia
dan Jepang yang memiliki budaya feodalistik
yang cukup mapan selama ratusan
tahun, jika TQM di Jepang mampu meningkatkan kualitas mutu pelayanan
tanpa memandang siapa customer-nya maka sangat mungkin
bagi Indonesia untuk mengikuti jejak keberhasilan dalam manajemen birokrasi tersebut. Alhasil, pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat dapat dirasakan dengan baik dan membuat masyarakat nyaman.
Referensi :
Sihombing,
R. Sally Marisa dan Derajat S. Widhyarto. 2011. Pemgembangan Pegawai Untuk Birokrasi Yang Good Governance: Memahami
Good Governance Dalam Perspektif Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta: Gava Media.
Umam, Khaerul. 2012. Manajemen Organisasi. Bandung: Pustaka Setia. Widhyarto, Derajat S. 2011.
“Permasalahan-Permasalahan SDM : Problem
Serius
Menuju Good
Governance”, Memahami
Good Governance Dalam Perspektif Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gava Media.
Vogel, Ezra Feivel. 1978. Japan
as Number One: Lessons for America. New York: Harper Colophon.