Benarkah Penggunaan Energi Fosil Mengancam Peradaban Manusia?

0
Oleh: Alien Uis Wigati, Bidang PU HMI Cabang Semarang.

Di era modern seperti sekarang ini kita sudah di perlakukan hidup enak, gimana ga hidup enak orang semuanya serba praktis, cepat, dan mudah. Pemanfaatan energi yang ada di bumi ini menjadi faktor yang paling mendominasi dalam keberlangsungan hidup kita. Mungkin saja manusia sangat cerdas dalam memanfaatan sumber energi yang ada di bumi. Namun yakin nih manusia sudah cukup baik dalam memanfaatkan sumber energi? Jawabannya belum tentu. Loh kok bisa? Bukannya akhir-akhir ini peradaban manusia terus berjalan maju? Nah topik kali ini yang akan kita bahas tentang ancaman peradaban manusia akibat penggunaan energi fosil.

Banyak orang yang berasumsi bahwa energi fosil terbentuk dari fosil dinosaurus, hal itu salah kaprah. Energi fosil merupakan energi yang berasal dari sisa-sisa makhluk hidup seperti tumbuhan dan hewan. Tumbuhan dan hewan dari masa prasejarah yang tertimbun tanah selama berjuta-juta dimana masa masih banyak rawa besar. Keberadaan rawa amatlah penting, Sebab dapat mempertahankan organisme yang mati didalamnya. 

Organisme karbon akan cepat tertutup oleh pasir dan tanah liat yang menyebabkan semakin terkubur di dalam dengan potensi energi yang terjaga utuh. Jika makhluk hidup mati di daratan itu hanya akan membusuk dan terurai.

Selama ratusan tahun organisme itu akan tertimbun oleh berlapis-lapis tanah dengan panas dan tekanan yang tinggi yang pada akhirnya akan terkonversi menjadi energi berwujud padat (batu bara), cair (minyak bumi), dan gas (gas alam). Ketiga sumber energi ini yang nantinya dibakar agar bisa dikonversi ke bentuk energi lain misalkan saja listrik. Jadi sebenarnya penggunaan energi listrik itu merupakan salah satu solusi dalam pendistribusian energi. 

Pasalnya setiap pembangkit pastinya jauh dari pusat beban atau konsumen oleh karenanya mudah jika energi itu dikonversi ke listrik kemudian disalurkan ke konsumen baru dikonversi ke bentuk lain misal pemanas atau pendingin.

Lalu benarkah penggunaan fosil ini dapat menimbulkan pemanasan global? Isu ini rasanya sudah tak asing lagi di dengar. Banyak kampanye maupun program hemat energi listrik, penanaman pohon, kurangi penggunaan transportasi,dll. Sebenarnya apakah ada pengaruhnya itu semua? Seberapa nyatanya pemanasan global itu bagi kehidupan kita?.

Ingat bahwa pemanfaatan energi perlu adanya proses pembakaran. Dari proses pembakaran ini menghasilkan CO2. Kok bisa? Ingat bahwa proses pembakaran merupakan kebalikan dari reaksi fotosintesis.

CO2 + H2O → C6H12O6 + O2

Pada proses fotosintesis tumbuhan mengikat CO2 dan air untuk menghasilkan energi (C6H12O6) dan Oksigen. Ketika proses pembakaran maka reaksinya menjadi reverse atau kebalikan dari fotosintesis. Dalam konteks bahan bakar fosil berasal dari makhluk hidup yang tersusun oleh C, H, dan O persis seperti reaksi kimia tadi maka dari itu pembakaran fosil menghasilkan CO2.
Sejak dunia industry mulai tumbuh 150 tahun terakhir, emisi CO2 meningkat pesat. Menurut data yang dikelurkan pusat analis informasi karbon dioksida Departemen Energi AS (CDIAC), manusia telah meningkatkan lebih dari 400 miliar ton CO2 ke atmosfer sejak 1751 (sumber: Kompas.com). lalu bukannya ada siklus karbon? Memang ada karbon yang di serap Kembali oleh tumbuhan namun jumlah karbon yang diserap tak sebanding dengan jumlah karbon yang kita hasilkan.

Dampak dari peningkatan CO2 yaitu meningkatnya suhu bumi. Gas CO2 sifatnya hampir sama dengan rumah kaca. Ketika sinar matahari mengenai rumah kaca maka panas matahari tidak dapat dipantulkan Kembali namun terjebak didalam sehingga suhu didalam rumah kaca selalu hangat. Sama halnya Ketika panas matahari mengenai bumi tidak bisa langsung dipantulkan kembali melainkan terjebak didalam bumi karena di hambat oleh lapisan CO2 lalu tersebar di seluruh atmosfer bumi yang membuat bumi menjadi panas.

Untuk memperjelas bagaimana CO2 dapat mempengaruhi suhu planet cob akita bandingkan dengan planet lain. Mars mempunyai suhu rata-rata -55oC sementara venus memiliki 462oC. Mars memiliki lapisan atmosfer yang lebih tipis dari venus oleh sebabnya venus lebih panas dibandingkan mars. Lain halnya dengan planet merkurius, Ketika siang panasnya sama seperti venus namun Ketika malam suhunya jauh dibawah titik beku, karena merkurius tidak memiliki atmosfer berbeda dengan venus suhu malam sama panasnya dengan siang.

Kalo dibandingkan dengan sebelum revolusi industri, suhu rata-rata bumi kita sekarang telah naik hampir 1o C. tapi jika kadar CO2 terus meningkat suhunya pun juga akan meningkat. Mungkin kita tidak merasakan efek panasnya namun lain hal nya dengan keseimbangan ekosistem kita. Dampak yang sudah terlihat jelas adalah gunung es terbesar dunia lepas dari Semenanjung Antartika. Tiga tahun kemudian, sebuah studi mengenai gunung es tersebut mengungkap berapa banyak air yang mencair.

Penelitian ini menggunakan lima satelit untuk melakukan pengamatan. Para peneliti melakukan perhitungan berapa banyak area dan ketebalan gunung es saat pergi menuju utara lewat Laut Weddel Antartika dan ke Laut Scotia.

Gunung es dengan nama A68a itu telah kehilangan 152 miliar ton atau 138 miliar metrik ton dalam tiga bulan. Para peneliti memperkirakan ini sama dengan mengisi lebih dari 60 juta kolam renang untuk Olimpiade (sumber : Jakarta, CNBC Indonesia). Mencair nya es akan meningkatnya debit air sehingga sangat mengancam tenggelamnya kota maupun pemukiman.

Dampak yang lain seperti hujan dan salju yang telah sulit diperkirakan hal ini sangat berdampak pada keberlangsungan sector pertanian dan perikanan sebagai sumber pangan kita.

Keasaman laut juga akan meningkat yang mengacam habitat laut. Jika eksistensi spesies laut terancam maka sumber pangan laut juga akan terbatas.

Sangat jelas bahwa pemanasan global ini sangat mengancam peradaban manusia. Disisi lain energi fosil ini ketersediaanya juga terbatas. Pasalnya energi fosil bukan seperti tumbuhan yang bisa panen dan kita produksi kembali. Walaupun sampai sekarang energi ini masih banyak dijumpai cadangannya namun sudah dapat dipastikan energi fosil ini akan habis pada waktunya. Oleh karena itu mau sampai kapan untuk menyikapi hal itu? Menunggu energi fosil nya habis baru memikirkan penggantinya atau kita mulai pikirkan dan praktekan dari sekarang? Tentu saja kita tidak ingin terlambat dalam bertindak. 

Sudah banyak industri beralih energi ke EBT (Energi Baru Terbarukan) misalkan dengan memanfaatkan panas matahari. Adapun juga banyak industri otomotif sudah mulai merilis kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan. Semoga ini menjadi awal dari perubahan kesadaran menyikapi isu-isu yang sudah terjadi.

Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top